Guru lainnya, sebut saja Apriliani, juga mengungkapkan adanya praktek pelolosan guru siluman. Istilah guru siluman, menurut dia, adalah tenaga honorer bukan guru, tetapi bisa mengikuti seleksi PPPK Langkat dan lulus. Apriliani mencontohkan seorang Staf Pengelola Biaya Operasional Sekolah (BOS) di Disdik Langkat berinisial SW. Apriliani mengaku mengenal SW, pada 2023 sempat melihatnya sedang menjalankan tugas ke sekolah-sekolah. "Kapan dia ngajar sebagai staf dinas? Desember pengumuman ujian, dia lulus." ungkapnya.
Saiful Abdi dan Eka Syaputra tidak memberi jawaban saat dikonfirmasi Tempo. Togar Lubis yang juga menjadi kuasa hukum Pemkab Langkat pun berlaku sama saat dihubungi Ahad, 15 September 2024. Kadis Kominfo Langkat Wahyudiarto mengatakan, pihaknya menyerahkan sepenuh kasus ini ke Polda Sumut. Meskipun begitu, kata Wahyudiarto, para tersangka belum dinonaktifkan dari jabatannya. "Berdasarkan PP Nomor 11 tahun 2017 dinonaktifkan, masih ada praduga tidak bermasalah, kita tunggu proses hukumnya," ujar Wahyu.
Permainan saat SKTT
Kecurangan dalam seleksi PPPK Kabupaten Langkat juga diduga terjadi saat Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan (SKTT). Kecurigaan itu mencuat setelah panitia mengubah tahapan ujian. Awalnya Pemkab Langkat menyatakan peserta seleksi PPPK hanya akan menjalani uji kompetensi CAT dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang digelar 10-13 November. Hasil uji kompetensi itu dijadwalkan keluar antara 4-13 Desember.
BKD Langkat kemudian mengeluarkan pengumuman pada 10 Oktober 2023 yang menyatakan pengumuman kelulusan diundur menjadi 6 sampai 15 Desember. Akan tetapi BKD Langkat justru mengumumkan adanya penyesuaian jadwal seleksi pada 15 Desember 2024. BKD menyatakan adanya ujian SKTT dari 15 November sampai 6 Desember. Padahal, para guru yang tergabung dalam Aliansi Guru Pejuang PPPK Honorer Langkat merasa tidak pernah mengikuti ujian ini.
Dinda, salah satu guru honorer, menyatakan dirinya tak lolos dari seleksi PPPK Kabupaten Langkat karena tak mengikuti SKTT tersebut. Dia mengaku tak pernah mendapat pemberitahuan kapan harus mengikuti uji SKTT. Padahal, dia mendapatkan nilai tertinggi, 601 poin, saat tes CAT. Saat itu dia sangat yakin lolos karena tersedia kuota 400 untuk guru SD. Dia sangat yakin lulus. “Kalau dari 400 kuota, kita rangking satu. Gak mungkin tergeser, sekalinya pengumuman, saya nggak lulus,” ujar Dinda.
Keluhan yang sama juga dirasakan empat guru honorer lain, Muhammad Dedy Yusuf. Dedy mengikuti seleksi guru PPPK SD bidang olahraga. Saat seleksi CAT, dia mendapatkan bobot nilai 567, menduduki peringkat 12 dari 80 kuota yang tersedia. Namun setelah SKTT keluar, nilainya menjadi 467 dan duduk di peringkat 109. “Begitu melihat pengumuman keluar, terdiam macam orang bodoh. Kok bisa berkurang nilainya dari akumulasi SKTT sama CAT," kata Dedy.
Sama seperti Dinda, dia tidak mengetahui indikator penilain SKTT. Kalau parameternya prestasi di luar sekolah, dirinya termasuk guru berprestasi. Dedy menuding ke-80 guru yang lulus, tidak memiliki sertifikat nasional dan internasional. "Pernah enggak dia berprestasi, kan gitu.. Soalnya aku guru olahraga yang berprestasi di bidangnya, masa ngak ada nilai plusnya,” ujarnya.
Selanjutnya, Ombudsman nyatakan SKTT maladiminstrasi